KEBUDAYAAN
DARI RITUAL SUKU MELAYU – RIAU
Salah satu dari ritual suku Melayu –
Riau adalah Balimau Kasai
Kebudayaan Ritual Balimau Kasai – masyarakat Kampar
Balimau Kasai adalah sebuah upacara tradisional yang istimewa bagi masyarakat Kampar di Provinsi
Riau untuk menyambut bulan suci Ramadan. Acara ini biasanya dilaksanakan sehari
menjelang masuknya bulan puasa. Upacara tradisional ini selain sebagai ungkapan
rasa syukur dan kegembiraan memasuki bulan puasa, juga merupakan simbol
penyucian dan pembersihan diri. Balimau sendiri bermakna mandi dengan
menggunakan air yang dicampur jeruk yang oleh masyarakat setempat disebut
limau. Jeruk yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk
kapas.
Sedangkan kasai adalah wangi- wangian yang dipakai saat
berkeramas. Bagi masyarakat Kampar, pengharum rambut ini (kasai) dipercayai
dapat mengusir segala macam rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum memasuki
bulan puasa.
Sebenarnya upacara bersih diri atau mandi menjelang masuk bulan ramadhan tidak hanya dimiliki masyarakat Kampar saja.
Kalau di Kampar upacara ini sering dikenal dengan nama Balimau Kasai, maka di
Kota Pelalawan lebih dikenal dengan nama Balimau Kasai Potang Mamogang. Di
Sumatera Barat juga dikenal istilah yang hampir mirip, yakni Mandi Balimau.
Khusus untuk Kota Pelalawan, tambahan kata potang mamogong mempunyai arti
menjelang petang karena menunjuk waktu pelaksanaan acara tersebut.
Tradisi Balimau Kasai di Kampar, konon telah berlangsung
berabad- abad lamanya sejak daerah ini masih di bawah kekuasaan kerajaan.
Upacara untuk menyambut kedatangan bulan Ramadan ini dipercayai bermula dari
kebiasaan Raja Pelalawan. Namun ada juga anggapan lain yang mengatakan bahwa
upacara tradisional ini berasal dari Sumatera Barat. Bagi masyarakat Kampar
sendiri upacara Balimau Kasai dianggap sebagai tradisi campuran Hindu- Islam
yang telah ada sejak Kerajaan Muara Takus berkuasa.
Keistimewaan Balimau Kasai merupakan acara adat yang
mengandung nilai sakral yang khas. Wisatawan yang mengikuti acara ini bisa
menyaksikan masyarakat Kampar dan sekitarnya berbondong-bondong menuju pinggir
sungai (Sungai Kampar) untuk melakukan ritual mandi bersama. Sebelum
masyarakat menceburkan diri ke sungai, ritual mandi ini dimulai dengan makan
bersama yang oleh masyarakat sering disebut makan majamba.
FILOSOFI
DARI UPACARA RITUAL BALIMAU KASAI
Balaimau bakasai ini berasal dari tradisi penduduk
sungai gangga yang ada di india mereka menganut agama hindu yang memeiliki
tradisi pnyucian diri di sungai, agar dosa-dosa merka hilang bersama
mengalirnya air sungai tersebut dan kemudian agama itu berkembang di indonesia
hingga sampai ke pelosok negeri yang ada di nusantara dan sungai di kampar ini
sebagai bukti bahwa adanya agama hindu sampai di kampar ini sebagai bukti bahwa
adanya agama hindu sampai di kampar adalah dengan adanya gugusan candi di muara
takus (XIII Koto Kampar).
Dan setelah masuk di daerah pelalawan berkembangnya Budaya dan Tradisi dan
budaya itupun masih berkembang hingga sekarang ini semoga apa yang telah di
wariskan oleh nenek moyang kita dahulu dapat lebih berkembang lagi hingga ke
sanak cucu kita nanti.
Balimau Kasai bagi
masyarakat Riau mempunyai makna yang mendalam yakni bersuci sehari sebelum
Ramadhan. Biasanya dilakukan ketika petang sebelum Ramadhan berlangsung.
Tua-muda turun ke sungai dan mandi bersama.Balimau artinya membasuh diri dengan
ramuan rebusan limau purut atau limau nipis. Sedangkan kasai yang bermakna
lulur dalam bahasa Melayu adalah bahan alami seperti beras, kunyit, daun pandan
dan bunga bungaan yang membuat wangi tubuh.
Tradisi ini,
berlangsung sejak turun menurun di kalangan Melayu Riau. Tradisi dilakukan
hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada, dengan nama berbeda satu sama lain.
Contohnya saja Balimau Kasai lebih dikenal oleh masyarakat Kabupaten
pelalawan . Di Pekanbaru, tradisi ini dinamakan Petang Megang sedangkan di
Indragiri Hulu cukup dengan nama Balimau saja.
Balimau Kasai artinya
mensucikan diri baik lahir dan batin, sebelum datangnya Ramadhan,"menurut
masyarakat. Kebanyakan orang kegiatan Balimau Kasai ini merupakan
ritual wajib yang harus dilakukan. Selain mandi di sungai dengan limau yang
dianggap sebagai penyucian fisik, ajang ini juga dijadikan sarana untuk
memperkuat rasa persaudaraan sesama muslim dengan saling mengunjungi dan
meminta maaf.Namun sanagat disayangkan pada saat ini, tradisi ini semakin
menyalahi, dulu ada batasan antara lelaki dan perempuan. Sekarang semua
bercampur baur. Tidak lagi menunjukkan mensucikan diri yang sebenarnya,
NILAI FILOSOFIS DARI MANDI BALIMAU
Mandi Balimau kasai
tersebut bukanlah termasuk sunnah rosulullah, melainkan hanya sebagai tradisi
semata yang memiliki nilai filosofis yang tinggi bagi masyarakat pelalawan dan
sekitarnya, Selain momen membersihkan diri secara zahir, mandi Balimau Kasai
juga merupakan momentum untuk menjalin silaturrahmi dan acara saling maaf
memaafkan dalam rangka menyambut tamu agung yaitu Syahru Ramadan Syahrus Siyam,
jadi bukanlah sebuah keyakian yang memiliki dalil naqli secara qat’i.
tapi ini lebih kepada sebuah adat yang bersendikan syara’ (Syariat Islam)
syara’ bersandikan Kitabullah yang secara filosifisnya tidak bertentangan
dengan ajaran Islam.
Tidak dapat kita
pungkiri bahwa kemajuan zaman hari ini secara langsung maupun tidak memberikan
dampak negative terhadap kehidupan kita dalam kerangka adat istiadat, banyak
terjadi distorsi sejarah, salah interpretasi terhadap nilai-nilai adat yang
telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, termasuk
mandi Balimau Kasai.Bisa kita lihat dari tahun ketahun kegiatan mandi Balimau
Kasai telah dinodai dengan tindakan yang yang berseberangan dengan
syariat islam diantaranya berhura-hura, berboncengan laki-laki dan perempuan
yang bukah muhrim, mandi massal yang bercampur antara laki-laki dan perempuan,
mabuk-mabukan sampai kepada musik yang menjauhkan masyarakat dari mengingat
Allah Swt.
Padahal dulunya,
tradisi ini merupakan hal yang tergolong urgen dan sakral. Sebelum memasuki
bulan puasa atau sebelum magrib, anak kemenakan dan menantu atau juga yang tua
serta murid akan mendatangi orang tua, mertua, mamak (paman), kepala adat, atau
guru ngaji mereka datang dalam rangka meminta maaf menjelang masuk bulan
suci.
Disusun Oleh :
Amaliyah Novinda .S. (10112690)
SUMBER :